RadarSumatera-Medan: Meliana terdakwa penistaan agama Islam
menangis saat menjalani persidangan lanjutan yang berlangsung diruang Cakra 9
Pengadilan Negeri Medan, Selasa (03/7).
Agenda persidangan kali ini untuk mendengarkan
eksepsi yang disampaikan tim penasehat hukumnya Ranto Sibarani pada sidang yang
dipimpin Ketua Majelis Hakim, Wahyu Prasetyo Wibowo.
Dalam persidangan itu, Tim
Penasehat hukum menjelaskan bahwa pihaknya keberatan dan mempertanyakan alasan
jaksa menerapkan pasal 156 dan 156A kepada terdakwa ini pun harus
dijelaskan.”perbuatan yang mana apakah kejadian 22 Juli atau 29 Juli
2016?,”tanya Ranto.
Nah kalau di 22 Juli tersebut,
posisinya Meliana hanya bertanya kepada Kak Uwo alias Kasini pemilik warung tempat
ia berbelanja. Diterangkannya, pada 22 Juli itu, Meliana bertanya Kak Uwo dulu
suara Masjid tidak terlalu besar, sekarang agak keras, ya, ucap Ranto Sibarani
saat membacakan eksepsinya.
Jadi tidak ada maksud tertentu
lainnya, yang kemudian disusul pada 29 Juli pada waktu itu rumah terdakwa
didatangi perwakilan warga mempertanyakan maksud dari pertanyaan itu, yang
kemudian terjadi kesalahpahaman hingga berbuntut kejadian pembakaran klenteng
dan vihara.
Untuk itulah ia meminta agar pihak
majelis hakim bisa memutuskan perkara ini seadil-adilnya kepada terdakwa dengan
membebaskan seluruh dakwaan jaksa.
Kemudian setelah membacakan
eksepsi maka majelis hakim menunda persidangan Rabu (03/07), untuk mendengarkan
jawaban jaksa atas eksepsi yang disampaikan penasehat hukum terdakwa.
Sementara itu, Anggia Y Kesuma
terlihat menghindar ketika diwawancara tentang kasus yang disidangkannya dengan
mengarahkan agar mewawancarai Kasi Penkum Kejatisu.
“Kepada Bang Sumanggar Siagian Kasi Penkum
Kejatisu aja ya,”ucapnya.
Kasus ini bermula ketika Meliana
mempertanyakan suara Masjid di Jalan Karya Lingkungan 1 Kelurahan Tanjungbalai
Kota Kecamatan Tanjungbalai Selatan, Tanjung Balai-Sumatra Utara, yang berada di
dekat rumahnya.
Hingga akhirnya pihak Kejari
Tanjungbalai melakukan penahanan kepada Meliana dengan penahanan berdasarkan
Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Tanjungbalai No Print 566/N.2.15/Ep.2/
2018 tanggal 30 Mei 2018.
Sebagaimana yang disampaikan
Kepala Kejaksaan Negeri Tanjungbalai-Asahan, Zullikar Tanjung melalui Kasi
Intel, Hardiansyah kepada wartawan menyatakan surat kajari itu berdasarkan
Fatwa Mahkamah Agung RI No. 87/KMA/SK/V/2018 Tanggal 07 Mei 2018 perihal
Penunjukan Pengadilan Negeri (PN) Medan untuk memeriksa dan memutus perkara
pidana atas nama Meliana.
Sebelumnya, dugaan penistaan agama
yang dilakukan Meliana berawal pada Juli 2016 lalu sekira pukul 07.00 Wib,
tersangka Meliana bertemu dengan saksi Kasini di kedai milik saksi di Jl Karya
Lingk I, Kelurahan Tanjungbalai Kota, KecamatanTanjungbalai Selatan, Kota
Tanjungbalai.
Waktu itu tersangka Meliana
mengucapkan kalimat bernada menista dengan mengatakan, “Lu lu ya, itu masjid lu
emang bising pekak lo, hari-hari bising tak bikin tenang.”
Selain Kasini, ujaran itu pula
terdengar oleh saksi, Haris Tua Marpaung dan beberapa saksi lainnya.
Sehingga berdaskan Fatwa MUI Prov
Sumut No. 001/KF/MUI-SU/I/2017 tgl 24-01-2017 menegaskan ucapan terangka
Meliana atas suara yang berasal dari Masjid Al-Maksum merupakan perendahan dan
penistaan terhadap Agama Islam.(DNA/ Sugandhi Siagian)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar