Wajar Banyak Daerah Dapat Predikat WTP, Ternyata Cuma Segini Harga Untuk Menyuap Ke Oknum BPK - Media Radar Sumatera

Media Radar Sumatera

Tajam, Akurat dan Terpercaya

radar sumatera

Breaking

Home Top Ad

Komunitas Hijau Indonesia

Kamis, 01 Juni 2017

Wajar Banyak Daerah Dapat Predikat WTP, Ternyata Cuma Segini Harga Untuk Menyuap Ke Oknum BPK

RADARSUMATERA.COM/NASIONAL

-Predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terbukti menjadi objek basah untuk mengeruk keuntungan pribadi. Lewat operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (26/5), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil membongkar praktik kotor oknum auditor itu.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, seusai pemeriksaan 1 x 24 jam, KPK menetapkan empat tersangka dalam dugaan rasuah jual beli predikat WTP bagi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Mereka adalah Auditor Utama III BPK Rochmadi Saptogiri, Kepala Auditorat III BPK Ali Sadli, Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito, dan Kabag Itjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo. "KPK mengamankan uang tunai Rp 40 juta dari OTT di kantor BPK," ujarnya dalam konferensi pers di gedung KPK kemarin (27/5).

Menurut Agus, uang Rp 40 juta itu diamankan penyidik KPK dari ruangan Ali Sadli. Dari pemeriksaan, terungkap keterangan bahwa uang tersebut merupakan bagian dari total komitmen yang diberikan Sugito dan Jarot kepada Rochmadi dan Ali agar memberikan opini WTP kepada Kemendes PDTT. "Total fee-nya Rp 240 juta," katanya.

Namun, uang yang diamankan KPK bukan hanya itu. Agus menyebutkan, penyidik juga menyita uang Rp 1,145 miliar dan USD 3.000 (setara Rp 39 juta) yang disimpan di dalam brankas. Namun, uang tersebut belum bisa dipastikan apakah berkaitan dengan suap atau bukan. "Untuk pengamanan, di BPK kami segel dua ruangan, di Kemendes empat ruangan," ungkapnya.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menambahkan, motif suap diduga kuat berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan (audit) laporan keuangan Kemendes PDTT yang dilakukan BPK Maret lalu. Sugito, kata dia, diketahui melakukan pendekatan kepada auditor BPK dengan memberi kode "perhatian" tahun anggaran 2016. "Setelah diperiksa 1 x 24 jam, dilakukan gelar perkara," ucapnya.

KPK menjerat Rochmadi dan Ali dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sedangkan Sugito dan Jarot dikenai pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Laode mengatakan, selain mempelajari uang di luar commitment fee yang disita penyidik, pihaknya akan menggali informasi tentang asal duit Rp 240 juta yang digunakan Sugito untuk menyuap auditor BPK. Hal itu penting dilakukan. Sebab, urusan yang menjadi objek suap umumnya diselesaikan secara kelembagaan. Bukan individu ke individu. "Itu akan menjadi bagian penyidikan."

Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara berjanji mendukung upaya KPK menegakkan hukum terhadap dua pejabatnya tersebut. Pihaknya menilai kasus itu sebagai pembelajaran untuk lebih serius menjaga kredibilitas BPK. "Kami akan mengikuti proses hukum yang sedang berjalan," tutur pria yang baru satu bulan menduduki kursi ketua BPK tersebut.

Apakah predikat WTP Kemendes PDTT akan dianulir? Moermahadi belum bisa memastikan. Pihaknya masih perlu melihat secara mendalam hasil penyidikan KPK. Sejauh ini penyidik KPK belum memberikan gambaran umum terkait objek suap dalam OTT tersebut. "Kalau secara teori, kalau ada kesalahan bisa restatement," ujarnya.

Di tempat terpisah, Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo mengatakan, setelah penetapan sebagai tersangka oleh KPK, pihaknya segera mengevaluasi posisi Sugito sebagai inspektur jenderal. "Besok pagi (hari ini, Red) akan kami rapatkan untuk mekanisme penggantiannya," ujar dia.

Menurut aturan, pejabat yang telah berstatus tersangka harus dicopot dari jabatannya. Namun, Eko mengaku masih akan menunggu proses hukum yang berjalan. "Kalau nanti tidak terbukti bersalah, ya pasti hak-hak beliau dikembalikan," katanya.

Sementara itu, Mukhamad Misbakhun (anggota Komisi XI DPR yang membidangi sektor keuangan) menerangkan, kasus suap yang melibatkan auditor utama BPK bukanlah keputusan kelembagaan. "Itu perilaku yang dilakukan oknum yang harus diperbaiki," ucap dia saat dihubungi kemarin. Kasus suap tersebut tidak boleh dibiarkan. BPK harus secepatnya memperbaiki diri.

Misbakhun yakin masih banyak pegawai atau auditor yang idealistis. Mereka bekerja untuk memperbaiki sistem keuangan negara. Jadi, tidak bisa digeneralisasi seolah-olah semua pegawai menerima suap. Itu hanya ulah oknum yang tidak bertanggung jawab dan tergoda oleh uang.

Menerima status WTP, jelas Misbakhun, tidaklah mudah. Status tersebut tidak hanya didapat dari audit, tapi juga dilihat segi pelayanannya. Kementerian atau lembaga yang pelayanannya jelek dan akuntabilitasnya rendah tidak mungkin mendapatkan status WTP. "Jangan beranggapan, kasih suap, kemudian dapat WTP. Itu tidak bisa," tutur dia.

Johnny G. Plate, anggota komisi XI yang lain, menduga pemberian opini WTP sarat dengan korupsi. Khususnya, kata dia, laporan keuangan tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Dia mendukung KPK untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Komisi antirasuah itu harus mengungkap praktik-praktik penyimpangan penggunaan anggaran negara. Opini dari BPK, tutur Johnny, tidak boleh sampai bersifat politis dan menjadi komoditas auditor. Anggota BPK harus tegas terhadap bawahannya sehingga terhindar dari praktik korupsi. (tyo/tau/lum/c9/owi)

Hasil OTT di Ruang Auditor BPK Ali Sadli:

Rp 40 juta dari total komitmen Rp 240 juta. Rp 200 juta sudah diserahkan.

Rp 1,145 miliar dan USD 3.000 (setara Rp 39 juta) di dalam brankas. Belum diketahui keterkaitannya dengan perkara.

Jejak "Jual Beli" Opini

6 kasus suap melibatkan 23 auditor/pejabat/staf BPK sepanjang 2015 hingga 2017.

3 kasus suap untuk mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

1 kasus suap untuk mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP).

1 kasus suap untuk mengubah hasil temuan BPK.

1 kasus suap untuk "membantu" kelancaran proses audit BPK.

Sumber: KPK dan ICW
.(RS1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laman